Telah terjadi seleksi alam di layanan photo sharing ponsel. Ada yang lahir, ada juga yang telah menghembuskan nafas terakhirnya.
Semakin menggeliatnya fotografi berbasis smartphone membuka kran bermunculannya layanan photo sharing. Sebagian di antaranya mungkin sudah familiar di telinga kita seperti Flickr, Instagram, Streamzoo, dan lainnya. Dari sekian banyak layanan photo sharing via ponsel yang beredar, mungkin Instagram adalah yang paling kuat dan tenar. Penggunanya mencapai lebih dari 50 juta. Wajar jika kemudian Facebook pun tergiur untuk membelinya dengan harga fantastis: USD 1 miliar.
Meski bukan yang pertama, tetapi keberadaannya seolah telah membuat standard baru di segmennya masing-masing. Dalam kaitannya dengan photo sharing, diakui atau tidak, Instagram telah menginspirasi banyak layanan serupa. Dari beberapa layanan yang sudah ada, saya berani mengatakan bahwa Instagram masih menduduki posisi terkuat, setidaknya hingga beberapa tahun mendatang.
Ternyata, seleksi alam sudah terjadi dengan sedemikian cepatnya. Siapa yang kuat (dari berbagai sisi baik teknologi, fitur, kualitas, pendanaan, user dll), maka dialah yang akan terus bertahan. Ada tiga layanan photo sharing yang dipastikan menutup layanannya. Meski belum ada konfirmasi mengenai hal ini, tetapi kalau diperhatikan secara seksama, kemungkinan besar karena kalah oleh kharisma Instagram. Berikut ini saya kupas satu per satu:
Photovine
Dimiliki oleh raksasa teknologi tidak menjadi jaminan bahwa suatu produk akan langgeng. Hal inilah yang dialami oleh Photovine. Layanan photo sharing berbasis ponsel ini dikembangkan oleh Slide, startup yang didirikan oleh Max Levchin pada tahun 2005. Enterprenur ini juga dikenal sebagai salah satu pendiri layanan online payment paling terkenal saat ini, PayPal.
Pada Agustus 2010, Google mengakuisisi Slide termasuk produk-produknya senilai $182 juta. Slide dibiarkan sebagai perusahaan terpisah dan terus mengerjakan proyek-proyeknya seperti SuperPoke! Pets, Video Inbox, Pool Party, dan Photovine. Aplikasi yang disebutkan terakhir ini digadang-gadang sebagai layanan photo sharing andalan Google dan siap bersaing dengan kompetitornya termasuk Instagram. Photovine diluncurkan pada Agustus 2011. Alih-alih Android yang merupakan produk kebanggaan Google, platform pertama yang dipilih untuk Photovine justru iPhone.
Layanan ini dideskripsikan sebagai komunitas yang berkreasi unik dan fun pada koleksi foto yang disebut Vine. Konsepnya diberi sentuhan games dengan pendekatan seperti menamam tumbuhan, yakni setiap mengunggah foto dan menambah pertemanan akan ada tanda pertumbuhannya. Antarmuka aplikasinya secara umum tidak beda jauh dengan layanan lain yang sudah ada. Disokong oleh Google, potensi yang dimilikinya sangatlah besar. Situs AppAdvice juga pernah menobatkannya sebagai Best iPhone App of The Week.
Yang mengejutkan adalah hanya selang beberapa hari setelah diluncurkan, tiba-tiba ada pemberitahuan bahwa aplikasi ini akan ditutup. Penyebab yang mengemuka adalah Max Levchin memutuskan ¬resign dari Google untuk mencari peluang baru yang lebih baik. Slide dan produk-produknya termasuk Photovine rupanya melekat pada sosok Levchin. Sehingga jika dia tidak ada lagi di dalam tim, maka produk-produknya juga tidak ada lagi. Hanya satu produknya yang tersisa yakni Prizes.
Pengguna yang sudah mendaftar dan terlanjur memiliki banyak foto yang diunggah di Photovine diberi kesempatan untuk mengunduh hingga 6 Maret 2012. Karena pada hari itu, layanan ini benar-benar dimatikan.
Google mungkin adalah raksasa teknologi yang paling moncer saat ini selain Apple. Hampir semua produk berbasis internet dimiliki olehnya. Beberapa diantaranya sudah menjadi bagian dari kehidupan kita sehari-hari seperti Google Search, Gmail, Android, Google Maps, YouTube dan sebagainya. Tetapi tidak semuanya berhasil meraih kesuksesan.
Perusahaan yang didirikan oleh Larry Page dan Sergey Brin ini masih berjuang keras mengalahkan Facebook lewat Google Plus dan masih belum ada tanda-tandan memenangkan persaingan. Di ranah micro blog pernah memiliki Jaiku yang kalah bersaing dengan Twitter. Pamor layanan photo sharing berbasis web Picasa juga masih kalah tenar dibanding Flickr milik Yahoo!. Begitu juga dengan layanan photo sharing berbasis ponsel, Photovine sudah kalah sebelum bertarung melawan Instagram.
PicPlz
Saya pernah membahas secara detail mengenai layanan photo sharing yang didirikan oleh Dalton Caldwell ini. PicPlz adalah produk pertama Dalton dan Bryan Bergn setelah mendirikan Mixed Media Labs. Menariknya, aplikasi ini lahir hampir bersamaan dengan produk pertama yang dirintis oleh Kevin Systrom yaitu Burbn. Tetapi waktu itu PicPlz masih menjadi aplikasi photo sharing yang sederhana, sedangkan Burbn merupakan aplikasi social organizer dengan kemampuan check-in rencana. Keduanya sama-sama mendapat kucuran dana segar dari Andreessen Horowitz.
Seiring waktu, Burbn bertransformasi menjadi Instagram yang fokus ke layanan berbagi foto. PicPlz juga terus membenahi fitur dan antarmuka aplikasi. Sehingga kedua aplikasi ini menjadi saling bersaing. Mengetahui hal ini, Andreessen Horowitz memilih lebih banyak mendukung PicPlz dan hanya menjadi investor pasif di Instagram.
Meski fitur yang disediakan lebih kaya dibanding Instagram, tetapi PicPlz masih kalah tenar. Sebagai cara untuk bersaing, PicPlz memilih jalan ketersediaan di tiga platform yaitu iPhone, Android, dan website. Targetnya tentu saja adalah pengguna yang lebih besar karena jangkuan pasar yang lebih luas. Namun target tersebut tak kunjung terpenuhi.
Mixed Media Labs kemudian mengembangkan proyek lain yang dianggap lebih menjanjikan yaitu App.net. Karena sibuk mengembangkan proyek baru, pengelolaan Picplz dialihkan ke startup rekanan yaitu Sporcle. Sejak itu, Picplz mengalami stagnansi. Hampir tak ada gebrakan yang dilakukan. Pertumbuhan melambat dan aktivitas di aplikasi semakin sepi.
Melihat masa depan yang kian suram, para pengelola Picplz pesimis. Keputusan mengejutkan dibuat. Pada awal Juni 2012, Mixed Media Labs memutuskan untuk menutup layanan PicPlz. Pengguna diberi kesempatan untuk mengunduh foto-fotonya hingga 3 Juli 2012. Karena pada tanggal itu, PicPlz benar-benar telah dibunuh permanen. PicPlz yang lahirnya hampir bersamaan dengan Instagram dengan fitur yang mirip ternyata harus menelan kekalahan dengan pahit.
Lightbox
Pendiri sekaligus kreatornya adalah Thai Tran dan Nilesh Patel yang memilih untuk memulai debutnya di Android dan website lightbox.com. Saya juga telah membahas secara rinci mengenai layanan photo sharing khusus Android ini. Sebelum mendirikan Lightbox, Thai Tran pernah bekerja di Google sebagai product manager dan Yahoo! sebagai Senior Engineer. Bekal pengalaman di dua raksasa teknologi tersebut dibawa untuk membuat produk yang berkualitas. Dari beberapa posting yang pernah dituangkan di blog resminya, terlihat ambisi Lightbox yang ingin bersaing dengan Instagram. Sekaligus memposisikan sebagai instagram-nya Android. Satu hal yang sangat lumrah sebagai bagian dari strategi marketing.
Tidak ada yang benar-benar baru dari fitur intinya. Karena Lightbox memang berlandaskan pada layanan berbagi foto instant.Yang membuat Lightbox menarik adalah pendekatannya sebagai jurnal foto instan yang terorganisir sehingga bisa dijadikan sebagai photo blog.
Lagi-lagi, layanan photo sharing yang sebenarnya cukup menjanjikan ini bernasib tak mujur. Lightbox efektif menutup layanannya pada tanggal 15 Juni 2012. Tetapi berbeda dengan PicPlz (yang ditutup karena sudah tidak memiliki masa depan) dan Photovine (yang ditinggal pendirinya), layanan Lightbox dimusnahkan karena perusahaan yang menaunginya diakuisisi oleh Facebook.
Padahal, di sisi lain Instagram juga diakuisisi oleh perusahaan yang sama. Tetapi nasibnya beda. Instagram dibeli untuk lebih dibesarkan lagi, sedangkan pengembang Lightbox dibajak agar layanan tersebut mati dengan sendirinya. Facebook tidak membeli aplikasi dan data-data Lightbox, melainkan orang-orang di dalamnya. Mereka direkrut untuk ikut mengembangkan Facebook. Mungkin mereka berfikir realistis, siapa sih yang tak suka melihat uang segepok yang menyilaukan di depan mata.
****
Mungkin saja nanti akan terus lahir layanan photo sharing baru dengan berbagai terobosan. Mungkin juga akan ada layanan yang tumbang sebagai bagian dari seleksi alam. Terobosan dan inovasi harus terus dilakukan oleh pengembang, karena ini sudah menjadi keniscayaan bagi perusahaan teknologi. Harus belajar juga dari kisah sukses dan kisah gagal untuk mendapatkan resep terbaik agar tetap survive.
No comments:
Post a Comment