Kontroversi Foto New York Post
Lagi-lagi sebuah dilema terjadi pada seorang fotografer jurnalistik. Kali ini menimpa seorang fotografer lepasan bernama R. Umar Abassi yang berhasil mengabadikan seorang pria yang terjebak di rel kereta api sesaat sebelum ditabrak.
Pria malang itu bernama Ki Suk Han (58 tahun), ia diduga didorong seorang pria hingga terjatuh ke rel kereta api bawah tanah 49th Street Sation. Korban diduga terlibat adu mulut sebelum kejadian, pria asal Korea tersebut tidak sempat menyelamatkan diri sampai akhirnya kereta yang melaju kencang menabraknya.
[caption id="attachment_2909" align="aligncenter" width="460"] Korban Terlibat Adu Mulut Sebelum Kejadian[/caption]
Ribuan pertanyaan dan tanggapan pun langsung bermunculan di twitter. “Mengapa fotografer ini memotretnya, bukan menolongnya?” “Mengapa foto ini dipublikasikan?” dan berbagai pertanyaan lain.
Ketika diwawancarai, Umar yang memotret kejadian ini mengatakan, “Saya mencoba berlari dan memberikan tanda dengan lampu flash kamera, tetapi mereka (operator) sudah tidak bisa menghentikan keretanya”. Jika melihat foto ini, kami merasa tidak perlu menceritakan apa yang terjadi setelahnya. Intinya sesusatu yang mengerikan.
Dilema, ini benar-benar dilema. Sebagai seseorang yang pernah bekerja di media, saya tidak bisa menyalahkan mereka begitu saja. Berbagai pertanyaan yang muncul di masyarakat pun ragu untuk dijawab. Kenapa foto ini langsung dijadikan headline di surat kabar? Apa yang membuat foto ini layak ditayangkan? atau bagaimana perasaan jika keluarganya melihat foto ini? Tapi, bagaimana pula jika saya adalah orang yang bekerja di surat kabar tersebut.
Mungkin Anda yang bisa menjawabnya?
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Menurut saya yang dibutuhkan adalah PRINSIP. Lebih penting mana: pekerjaan Anda atau nyawa orang lain? Bukan berarti saya bilang salah satu dari itu tidak penting. Keduanya penting, tapi yang dibicarakan adalah PRIORITAS. Seandainya fotografer tsb lebih memilih menyelamatkan org tsb ketimbang memotretnya, dia mungkin kehilangan sejumlah uang, tapi dia telah melakukan suatu tindakan yang sangat tak ternilai harganya, sebuah pengorbanan. Uang & kebanggaan bisa dicari (meskipun sulit), tapi nyawa sekali melayang tidak akan pernah kembali.
ReplyDeleteDan saya gak akan bilang tindakan fotografer tsb salah / benar. Setiap manusia punya pilihan, & pada akhirnya semua pilihan mereka akan dipertanggungjawabkan nanti, kepada sesama maupun Tuhan. Apa yang ditabur, itu yang dituai.
ReplyDeleteTerima kasih atas komentarnya.
ReplyDeleteIMO..pada saat kejadian, sang fotografer memposisikan dirinya sebagai seorang profesional (fotografer), bukan sebagai seorang penyelamat (polisi,atau petugas keamanan stasiun).
Saya pribadi setuju dengan pendapat Sonia bahwa pengorbanan yang lebih bernilai itu patut lebih diperhitungkan daripada sekedar uang. Intinya situasi ini selalu debatable dan merupakan pilihan sendiri bagi sang fotografer. ^IRMN
Arbain Rambey juga pernah menulis mengenai hal yang kurang lebih sama dengan kasus di atas. Mungkin bisa menambah wawasan bagi kita.
ReplyDeletehttp://kfk.kompas.com/blog/view/34779-Antara-Naluri-dan-Nurani-Wartawan